21 Maret, 2009

ATRESIA ESOFAGUS

ATRESIA ESOFAGUS

2.1 PENGERTIAN
Atrseia Esofagus merupakan adanya kesinambungan esophagus secara konginetal yang umumnya disertai fistula trachea esophagei atau ditandai dengan serviks (pengeluaran air liur) yang berlebihan, tercekik, muntah bila makan, cyanosis dan dyspues.
Atresia Esofagus adalah kelainan konginetal dimana segmen atas esophagus berakhir dalam pounch buntu. (dasar-dasar keperawatan maternitas).
Fistula Trakeosofagus adala kelainan konginental dimana struktur embrionik menjadi gagal untuk membagi menjadi esophagus dan trakea yang terpisah menyebabkan suatu celah (fistula) diantara dua struktur.

2.2 GAMBARAN KLINIS
Liur selalu melelh dari mulut banyak dan berbuih
Terjadi aspirasi bila air liur masuk ke dalam trakea
Signosis, terutama pada fistula trakeoesofagus, dikarenakan karena cairan lambung masuk ke dalam paru-paru
Batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis ketika diberi minum
Banyak terjadi pada bayi premature dan kehamilan hidromnian
Pada bayi kurang bulan pemberian minum sering menyebabkan bayi menjadi biru dan apnea tanpa batuk-batuk
Perut bayi tampak buncit karena berisi udara pada fistula trakeosofagus
Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7,5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu, bila kateter di dorong terus akan melingkar-lingkar dalam esophagus yang buntu
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio atau larutan kontras liprodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa


2.3 ETIOLOGI
2.3.1 Etiologi Umum
Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginotal atresia esophagus :
a. Faktor obat
Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan konginetal yaitu thali domine
b. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan konginetal pada janin yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen
c. Faktor gizi

2.3.2 Etilogi khusus
Secara epidemologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3 – 6 minggu akibat :
a. Deferensiasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahan diri masing-masing menjadi esophagus dan trakea
b. Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terrjadinya atresia
c. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trakea esophagus. Factor genetic tidak berperan dalam patologis ini

2.4 DIAGNOSA
1. Biasanya disertai kehamilan hydrogen 60% dan hal ini juga yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi yang lahir premature, sebaiknya bila dari anamnesia didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidromnion, hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus dengan kateter no 6 – 10 F. bila kateter terhenti pada jarak kurang dari 10 cm maka dapat di duga terdapat atresia asofagus.
2. bila pada BBL timbul sesak nafas yang disertai dengan air lir yang meleleh, keluar, harus dicurigai atresia esophagus
3. segera setelah diberi minum bayi batuk dan sianosisi karena aspirasi cairan ke dalam jalan nafas
4. diagnosis pasti dapat dibuat dengan foto thorax yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia, pembesaran kontras ke dalam esophagus dapat memberi gambaran yang lebih pasti
5. perlu dibedakan pada pemeriksaan fisik, apakah lambung terisis udara atau kosong untuk menunjang adanya fistula trakea esophagus. Hal ini dapat dilihat pada foto abdomen.

Intervensi keperawatan
deteksi terhadap kelainan
pencegahan aspirasi ketika terdiagnosa
pencapaian fungsi normal setetah operasi

Ketika kelainan ini (atresia esophagus) terdeteksi atau terdiagnosa yang harus dilakukan :
1. Pasien dibaringkan dengan posisi kepala lebih rendah pada pasien tanpa fistula trakesofagus. Pada pasien dengan fistula trakeo esophagus ditidurkan setengah duduk.
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya regargitasi cairan lambung kedalam paru
2. dilakukan penghisapan lendir terus menerus dan dipasang kateter dalam esophagus (cairan lambung harus erring di hisap)
Rasional : untuk mencegah aspirasi
3. bayi hendaknya dirawat dalam incubator
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya hipotermi
4. bayi dirangsang untuk menangis
Rasional :
Agar paru-paru dapat berkembang
5. Diberi cairan IV sampai tiba saatnya operasi bila operasi dilakukan > 48 jam direspkan “HIPER ALIMENTASI”
Atresia esophagus sebagai kedaruratan bedah, perbaikan esophagus dengan operasi dilakukan dalam 2/3 tahap prosedur tergantung pada kelainan :
jika terdapat jaringan yang cukup ke dua segmen esophagus dijahit menjadi satu disebut end to end anasttomosis.
Bila tidak cukup jaringan 1 siksi calon mungkin ditransplantasikan untuk menghubungkan ujung esophagus ke lambung
Dipasang tube makanan ke lambung melalui gastrostomi sampai luka operasi sembuh
Bila perlu dilakukan trakestomi
6. Perawatan pasca operasi dilakukan dalam ruang perawatan intensif
7. Mulai diberikan makan melalui gastrostomi, selama waktu tersebut bayi diberi suatu peralatan untuk membantu mencapai reflek menghisap dan memberikan kenyamanan.
8. Bila memungkinkan bayi digendong beberapa aktu. Setelah diberi makan per oral, untuk mengurangi derajat strukutur esophagus.
Penyulit yang umum dari serangkaian operasi ini adalah strikfus esophagus (penyempitn bagian esophagus). Anak akan membutuhkan dilatasi untuk mencegah penutuoan seluruh esophagus.
Gambar 37 – 3 (kelainan konginetal esophagus)


Tipe A (8%)
Atrosia esophagus tanpa fistula trakea esofaginal. Kumpulan makanan dan cairan pada esofaus bagian atas dapat menyebabkan aspirasi ke dalam faring.
Tipe B (1%)
Atresia esophagus dengan fistula diantara trakea dan segmen distal
Tipe C (85%)
Atresia esophagus dengan fistula diantara trakea dan segmen trakea
Tipe D (1%)
Atresia esophagus dengan fistula diantara kedua segmen dan trakea

Keterangan :
Defek ini menyebabkan air susu trakea, baik secara langsung (B, D dan E) ataupun secara refleks (A dan C). hal ini menyebabkan batuk dan sianosis selama pemberian ASI, dan diikuti kejadiannya aspirasi bronkopnemonia. Kelainan trakea yang berhubungan dengan bagian dilatasi lambung akibat penelanan udara.

FISIOLOGI PENCERNAAN


1.1 MULUT
Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar (vestibula), yaitu ruang dimana gusi, gigi, bibir, pipi dan bagian dalam yang terdiri atas rongga mulut.
Fungsi : untuk proses mengunyah dengan cara menghancurkan makanan sampai merata dengan bantuan enzim amylase yang akan memecahkan amilum menjadi meitosa.
Bentuk : elips









1.2 FARING
Merupakan saluran pencernan yang terletak di belakang hidung, mulut dan faring
Fungsi : sebagai tempat lewatnya menuju esophagus
Bentuk : faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar dibagian atas yang berjalan hingga vertebra servikal ke enam.

1.3 LAMBUNG
Merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas bagian atas (fundus), bagian utama dan bagian bawah yang horizontal (antrum pilorik)
Fungsi :
○ Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltic lambung dan getah lambung
○ Untuk mensekresi pepsin dan Hcl yang akan memecah protein menjadi peptin
Bentuk : seperti kacang















1.4 USUS HALUS
Merupakan tabung berlipat-lipat dengan panjang kurang lebih 2,5 m dalam keadaan hidup, usus halus terdiri dari 3 bagian yang duodenum dengan panjang ± 2 m dan neum dengan panjang ± 1 m atau 3/5 akhir.
Bentuk : seperti tabung dan berlipat-lipat
Fungsi :
○ Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kepiler darah dan saluran-saluran limfe
○ Mnyerap protein dalam bentuk asam amino
○ Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
○ Sebagai tempat terjadinya proses pencernaan dan absorbsi dan hasil pencernaan.


1.5 USUS BESAR
Merupakan sambungan dari usus halus yang dimulai dari katup-katup ileokolik atau ileosaekal yang merupakan tempat lewatnya makanan dan memiliki panjang ± 1,5 m
Fungsi :
○ Menyerap air dari makanan
○ Tempat tinggal bakteri koli
○ Tempat feses
○ Untuk menyintensis vitamin K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa-sisa makanan













1.3 ESOFAGUS
Fungsi utama esophagus adalah menghantarkan makanan dari faring ke lambung dan pergerakannya di susun untuk fungsi ini.
Esophagus adalah suatu tabung otot dengan panjang 25 cm. terletak dari leher ke bawahmediastinum poestior dan melalui diafragma menuju lambung. Esophagus inii dilapisi oleh epitel skuomosa berlapis tidak berkretein dan berubah mendadak menjadi epitel gaster pada taut gastroesofageal. Taut ini biasanya 37 – 40 cm dari gigi seri dan secara endoskopi diidentifikasikan sebagai perubahan bentuk dari mukosa skuomosaputih menjadi mukosa glandular kecoklatan.
Esophagus mempunyai daerah fisiologis bertekanan tinggi pada setiap ujungnya yang berfungsi sebgaia sfingter. Tidak ada sfingter onatomis pada setiap ujung ini. Bagian atas sfingter krikofaringel mencegah masuknya udara dan isi faring kedalam esophagus kecuali ketika menelan dan sfingter esophageal bagian bawah atau kardiak mencegah refluk asam lambung ke esophagus.
Deguitisi (penelanan) adalah reflek yang dimulai ketika bolus makanan merangsang ujung saraf mukosa dinding belakang faring. Implus eferen dari pusat deglutisi batang otak menyebabkan kontraksi otot faring dan relaksasi sfingter kikofaringeal yang menyebabkan masuknya makanan ke esophagus dan memulai peristalik.
Peristalik terjadi karena gelombang kontraksi dan relaksasi otot esophagus berturut-turut yang menyebabkan makanan turun ke esofagus. Gerakan peristaltic di koordinasi oleh plekus mienterikus. Terdapat 3 gerakan peristaltic yaitu :
1. gelombang pertama berasal dari bagian bawah faring dan turun melalui seluruh esophagus
2. gelombang kedua berasal dari pertengahan esophagus dan turun menuju lambung
3. gelombang ketiga merupakan kontraksi tidak teratur Segmen dinding.
Gelombang pertama dan kedua adalah gerakan mendorong, sedangkan yang ketiga gelombang peristaltic yang mendorong (gelombang 1 dan 2) mencapai bagian bawah esophagus, sfingter esophageal bagian bawah mengalami relaksasi yang menyebabkan makanan memasuki lambung.

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny.RINA
DENGAN ATRESIA ESOFAGUS
DI BPS SITI MUNAWAROH SUMBERGEMPOL
TULUNGAGUNG

I. Pengumpulan data dasar
Pengkajian dilakukan pada hari Kamis, 24 Desember 2008, pukul 10.00 WIB di BPS Siti MUnawaroh Sumbergempol Tulungagung.

1.1 BIODATA
1. Klien
Nama : bayi Ny. Rina
Tempat tanggal lahir : Tulungagung, 24 Desember 2008
Jenis kelamin : laki-laki
Anak ke : I

2. Orang tua
Nama : Tn Sumito / Ny.Rina
Umur : 27 tahun / 25 tahun
Agama : Islam / islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : Wiraswasta / Ibu rumah tangga
Alamat : Ds.Sumbergempol Tulungagung

1.2 Keluhan Utama
Ibu mengatakan sejak disusu pertama bayinya tersedak dan asi keluar dari mulut dan ibu mengatakan bayinya mengeluarkan air liur dari mulutnya.




1.3 Riwayat Kesehatan yang lalu
a. Riwayat Intranatal
Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya / ANC kebidanan :
Trimester I 2 kali
Trimester II : 3 kali
Trimester III : 4 kali
Selama hamil ibu melakukan ANC sebanyak 9 kali
Ibu mengatakan imunisasi TT lengkap selama kehamilan
Ibu mengatakan obat-obatan yang pernah diminum Fe, Kalk, Vitamin C, Vitamin B6, Vitamin B.
Keluhan selama hamil
TM I : mual dan muntah pada pagi hari
TM II : tidak ada keluhan
TM III : sering kencing
Ibu tidak ada riwaayt alergi terhadap makanan, minuman maupun obat-obatan.
Ibu mengatakan tidak menderita penyakit menular
Contoh : hepatitis, AIDS, PMS
Ibu mengatakan tidak ada penyakit Menahun
Contoh : Asma, TBC
UK : 40 minggu
Selama hamil ibu tidak ada pantangan terhadap makanan, minuman maupun obat-obatan serta minum jamu-jamuan
b. Riwayat Intranatal
Ibu merasa kenceng-kenceng mulai tanggal 23 Desember 2008. pukul 21.00 WIB, sifat adekuat, kontraksi 5 kali dalam 10 menit, sudah mengeluarkan lendir yang bercampur darah, ketuban sudah pecah, bayi lahir tanggal 24 Desember 2008 pukul 09.00 WIB ditolong oleh bidan. Persalinan berlangsung secara spontan ervaginam. Jenis kelamin laki-laki, berat badan 2900 gram. Panjang badan 48 cm, lingkar dada 31 cm. selama persalinan tidak ada kesulitan, tidak ada kelainan, tidak ada cacat fisik, plasenta lahir pada pukul 08.05 WIB dengan cara spontan pada saat persalinan.
Lama persalinan :
Kala I : 8 jam
Kala II : 1 jam
Kala III : 20 menit
Kala IV : 2 jam
Obat yang diberikan adalah oksitosin 10 unit
Untuk bayi hepatitis B I mg
c. Riwayat neonatal
Bayi lahir secara spontan
Apgar score : 6 – 7
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 48 cm
Lingkar dada :
Lingkar kepala : 34 cm
Makanan : asi
Perawatan selama bayi : Mandi dan perawatan tali pusat
d. Riwayat nifas
Ibu tidak pernah minum jamu-jamuan, tidak ada pantangan terhadap makan atau minuman tertentu.
e. Riwayat tumbuh kembag
Bayi lahir dengan berat badan 2900 gram, panjang cm, lingkar dada cm. lingkar kepala cm. reflek suching +, reflek rooting +, reflek moro +/+, reflek Gips +/+, reflek plantar +/+.

1.4 Pola Kegiatan Sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Setelah bayi diberi asi bayi tersedak dan sejak itu bayinya terus mengeluarkan air liur dari mulutnya.

2. Pola eliminasi
Setelah lahir : BAB 1 kali, warna hitan kehijauan, bau khas, konsistensi lunak, tidak ada pus atau darah.
3. Pola istirahat
Setelah lahir : bayi belum tidur
4. Pola hygiene
Setelah lahir : bayi belum dimandikan, ganti popok 2 kali
5. Tanda-tanda vital
Nadi : 140 x/menit
Respirasi : 42 x/menit
Suhu : 388˚C
6. Perawatan fisik
kepala
simetris, Fontanel mayor dan minor, tidak ada caput succe atau chepal hoematoma, tidak ada benjolan abnormal lainnya.
Mata
Simetris, ada sedikit secret , palpebra tidak odema, sclera putih.
Hidung
Simetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada pernapasan cuping hidung
mulut
Bibir : simetris, tidak ada bibir sumbing, tidak sariawan, warna pucat, tidak ada luka, tidak ada seilosis, bibir kering
Lidah : bersih, warna merah jambu, tidak glositis
Gusi : Warna merah jambu, tidak gingivitas
Telinga
Simetris, tidak OMP, bersih, tidak ada serumen
Leher
Simetris, tidak ada pembesaran tyroid, vena jugularis, kelenjar limfe.
Dada
Simetris, bunyi jantung normal, teratur dan terdengar, tidak ada ronchi, wheezing dan juga tidak ada bunyi mur-mur.
Abdomen
Simetris, tali pusat bersih, tidak ada pembesaran dinding abdomen, tidak ada nyeri tekan
Genetalia
Testis sudah turun di skrotum, tidak ada kelainan pada genetalia, dan teraba lubang anus.
Ekstremitas atas
Simetris, tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada odema, tidak ada luka, kulit bersih, tidak polidaktil atau sindaktil, sinopsis di ujung jari, bibir
Ekstrimitas bawah
Simetris, tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada odema, tidak ada luka, kulit bersih, tidak polidaktil atau sindaktil, sianosis di ujung akral
Punggung
Simetris, bersih, tidak ada luka / lesi, tidak ada lanuga
Pemeriksaan reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +/+
d. Graps +/+
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pada hari kamis, 24 Desember 2008 pukul 10.00 WIB. Telah dilakukan pernafasan sonde dan berhenti 8 cm dan hasilnya tidak dapat masuk dalam lambung.
Kesimpulan
Bayi Nyonya Rina dengan atresia esophagus dengan cirri-ciri bayi rewel, tersedak saat minum susu (ASI), air liur sering keluar, dan sering sianosis setelah tersedak.

II IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH
DATA DASAR DIAGNOSA
 S : Ibu mengatakan bahwa sejak bayinya lahir, bayinya selalu mengeluarkan air liur dan jika diberi asi, asinya selalu keluar lagi dan bayinya sering kebiru-biruan (sianosing) setetlah tersedak.
 O :
○ KU lemah
○ S : 388˚C
○ R : 40 x/menit
○ N : 126 x/menit
○ Bayi rewel
○ Sering sianosisi karena tersedak
○ Air liur sering kaluar
○ Bibir pucat, kering Diagnosa:
Susper atresia esofagus



III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH POTENSIAL
○ Atresia esofagus

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN YG MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
○ Klaborasi dengan dokter spesialis anak
○ Merujuk ke rumah sakit


Diagnosa / Masalah Tujuan / Kriteria keberhasilan Intervensi
Susper atersia esofagus
Tujuan:
atresia esofagus dapat teratasi
Kriteria hasil :
1. bayi tidak tersedak saat minum asi
2. bayi tidak sianosis
3. bayi tidak mengeluarkan air liur lagi 1. Bina hubungan saling percaya antara kelaurga pasien dengan tenaga kesehatan
Rasional:
Dengan hal ini dapat menumbuhkan rasa saling percaya sehingga memudahkan untuk melakukan tindakan medis
2. anjurkan pada ibu atau keluarga untuk foto rontgen bayinya.
Rasional:
Untuk memastikan adanya atresia esofagus atau tidak
3. anjurkan pada ibu untuk tidak menyusui bayinya untuk sementara waktu
Rasional:
Untuk mencegah agar bayi tidak tersedak dan menangis
4. lakukan pemasangan NGT
Rasional:
Untuk mengetahui adanya atresia esofagus atau tidak. Jika selang NGT masuk < 10 cm dan tidak bisa masuk sampai lambuing atau saat dites tidak ada gelembung udara berarti bayi mengalami atresia esofagus



Implementasi Evaluasi
Dilakukan pada hari kamis tanggal 24 Desember 2008 Pukul 11.30 WIB
1. Membina hubungan saling percaya antara klien/keluarga pasien dengan petugas kesehatan
2. menganjurkan kepada ibu atau keluarga untuk foto roentgen bayinya
3. Menganjurkan kepada Ibu untuk tidak menyusui bayinya sementara waktu
4. melakukan pemasangan NGT Dilakukan pada hari kamis 24 Desember 2008 pukul 13.00 WIB.
S :
Ibu mengatakan bahwa beliau mengerti atas penjelasa yang diberikan oleh bidan
O :
○ KU lemah
○ N : 90 x/menit
○ S : 387˚C
○ Rr : 42 x/menit
○ Air liur keluar dari mulut
○ Bayi mengalami sianosis
○ Bayi sering tersedak sat minum asi
○ Bibir pucat dan kering
A: Atresia uteri
P: berkolaborasi dan merujuk ke fasilitas yang dilakukan
○ Memposisikan pasien semi fowler
○ Melakukan pengisian lendir
○ Memasang O2 jika terjadi sianosis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Home Design. Powered by Blogger